Senin, 21 Januari 2013

Ulama Kesukaan Wahabi yang Cinta Maulid Nabi



Ulama Kesukaan Wahabi yang Cinta Maulid Nabi

Hari yang baik, bulan yang baik serta dengan niat yang baik pula, kami awali tulisan ini dengan Firman Allah berikut ini, agar hati tenang dan nyaman ketika membacanya dengan baik-baik nantinya. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: jika bapak-bapak kamu , anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.(QS At-Taubah ayat 24).

Rasulullah Saw. bersabda:

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

“Tidak beriman seseorang kamu sehingga adalah saya lebih dicintai nya dari orang tua nya dan anak nya dan semua manusia”(HR Bukhari dan Muslim).

Sikap anti berlebihan terhadap Maulid Nabi, terkesan seakan peringatan Maulid Nabi adalah kesalahan yang mutlak, namun di balik ingkar mereka yang melampaui batas, ternyata ajaran ingkar Maulid Nabi baru ada sejak mereka ada, belum ada jauh sebelum peringatan Maulid ini telah diperingati dan diakui oleh Muslim dan Ulama sedunia, latar belakang ulama yang mereka sukai ternyata para pecinta Maulid dan salah satu dari sekianPara Motivator Maulid, berikut ini sebagian bukti nya:

1.      Pendapat Ibnu Taymiyah Tentang Maulid Nabi

Ibnu Taymiyah berkata dalam kitab Iqtidha' Shirathil Mustaqim halaman 297:

فتعظيم المولد واتخاذه موسمًا قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه واله وسلم

“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah Saw.”.

Ibnu Taymiyah juga berkata dalam kitab Majmu' Fatawa juz 23 halaman 134:

فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون لهم فيه أجر عظيم لحسن قصدهم وتعظيمهم لرسول الله صلى الله عليه وسلم

“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah Saw”.

TERNYATA:

Ibnu Taimiyah sosok Syaikhul Islam-nya para Wahhabi  dan Tokoh Yang Dipuja dan dibela mati-matian oleh Syaikh-Syaikh Wahabi-Saudi justru membela Maulid Nabi, ada apa dengan Wahabi, kenapa sebagian mereka mengingkari pendapat Ibnu Taimiyah, kenapa sebagian mereka menyangka ini fitnah terhadap Ibnu Taimiyah, kenapa sebagian mereka justru tidak pernah tahu pendapat Ibnu Tamiyah sebenarnya dalam masalah Maulid Nabi, mereka ingin berlepas diri dari Ibnu Taimiyah, yang sangat jelas mendukung Maulid Nabi, seandainya Maulid Bid’ah atau Tasyabbuh, sungguh Ibnu Taimiyah lebih dulu memerangi perayaan Maulid.

Karena di masanya perayaan Maulid telah dirayakan setiap tahun, tidak pernah ia bilang Bid’ah, tidak pernah ia bilang Tasyabbuh dengan Natal, tidak pernah ia permasalahkan adakah Nabi dan para sahabat merayakan Maulid seperti ini, tapi Ibnu Taimiyah malah menyatakan Maulid Nabi adalah amalan yang baik, bahkan mendapat pahala bagi yang merayakannya, karena menurut Ibnu Taymiyah Maulid adalah termasuk sebagian dari cara mengagungkan Nabi, dan termasuk salah satu cara mencintai Nabi.

Dengan kata lain Ibnu Taimiyah mengakui kebenaran Fatwa Ulama yang membolehkan perayaan Maulid, perbedaan persepsi dalam memahami hakikat makna Bid’ah antara Ibnu Taimiyah dan Wahabi/Salafi, otomatis berujung pada perbedaan kategori, Ibnu Taimiyah punya dua kategori Bid’ah yaitu Bid’ah Dholalah/Sayyiah dan Bid’ah Hasanah, tentu saja setiap hal atau cara baru dalam beramal tidak serta-merta dapat divonis sesat, sementara Wahabi yang salah memahami hakikat makna Bid’ah, membuat mereka tidak punya pilihan lain, setiap hal baru otomatis sesat menurut mereka, dan status hukum bukan lagi pada dalilnya, tapi lebih kepada ada atau tidaknya itu di masa Nabi dan Sahabat, sehingga wajar kalau pada setiap permasalahan yang mereka pertanyakan bukanlah dalil syar’i, dan tanpa sadar mereka telah mengingkari sebagian syari’at Islam atau dengan kata lain inilah ciri Manipulasi Fatwa Ala Wahhabi, semoga kekaguman mereka terhadap Ibnu Taimiyah bisa memperkecil perbedaan selama ini.

2.      Pendapat Ibnu Katsir Tentang Maulid Nabi

Imam Ibnu Katsir dalam Kitabnya Bidayah wa an-Nihayah juz 13 halaman 136,
memuji Raja Mudzaffar Abu Sa’id al-Kukburi sebagai berikut:

وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفالا هائلا
وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه

“Dan dia (Raja Mudzaffar) menyelenggarakan Maulid Nabi yang mulia di bulan Rabi’ul Awwal secara besar-besaran. Ia juga seorang raja yang cerdas, pemberani kesatria, pandai, dan adil, semoga Allah mengasihinya dan menempatkannya di tempat yang paling baik.”

Imam Ibnu Katsir juga mengatakan:

إن أول من أرضعته صلى الله عليه وسلم هي ثويبة مولاة أبي لهب وكان قد أعتقها حين بشرته بولادة النبي صلى الله عليه وسلم. ولهذا لما رآه أخوه العباس بعد موته في المنام بعدما رآه بشر خيبة، سأله: ما لقيت؟ قال: لم ألق بعدكم خيراً غير أني سقيت في هذه بعتاقتي لثويبة (وأشار إلى النقرة التي بين الإبهام والتي تليها من الأصابع).

“Sesungguhnya orang pertama kali menyusui Nabi Saw. adalah Tsuwaibah yaitu budak perempuan Abu Lahab, dan ia telah dimerdekakan dan dibebaskan oleh Abu Lahab ketika Abu Lahab gembira dengan kelahiran Nabi Saw. Karena demikian setelah meninggalnya Abu Lahab, salah seorang saudaranya yaitu Abbas melihatnya dalam mimpi, salah seorang familinya bermimpi melihat ia dalam keadaan yang sangat buruk, dan Abbas bertanya: “Apa yang engkau dapatkan?” Abu Lahab menjawab: “Sejak aku tinggalkan kalian (mati), aku tidak pernah mendapat kebaikan sama sekali, selain aku diberi minuman di sini (Abu Lahab menunjukkan ruang antara ibu jarinya dan jari yang lain) karena aku memerdekaan Tsuwaibah”. (Lihat dalam Kitab Bidayah wa an-Nihayah juz 2 halaman  272-273, Kitab Sirah an-Nabawiyah juz 1 halaman 124 dan Kitab Maulid Ibnu Katsir halaman 21).

Imam Ibnu Katsir mengagungkan malam Maulid Nabi, berikut pernyataan beliau dalam Kitab Maulid Ibnu Katsir halaman 19:

إن ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كانت ليلة شريفة عظيمة مباركة سعيدة على المؤمنين، طاهرة، ظاهرة الأنوار جليلة المقدار

“Sungguh malam kelahiran Nabi Saw. adalah malam yang sangat mulia dan banyak berkah dan kebahagiaan bagi orang mukmin dan malam yang suci, dan malam yang terang cahaya, dan malam yang sangat agung”.

Sebagaimana pula dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab ad-Durar al-Kaminah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah kitab Ibnu Katsir yang membolehkan Maulid Nabi dan di dalamnya membahas tentang perayaan peringatan Maulid Nabi.

TERNYATA:

Ibnu Katsir yang dianggap sama oleh Salafi-Wahabi dengan mereka dalam semua hal, juga mengagungkan Maulid, bahkan beliau punya kitab tentang kebolehan dan keagungan Maulid Nabi, perbedaan yang sangat mencolok ini tentu tidak aneh, karena Ibnu Katsir adalah seorang Ahlus Sunnah Waljama’ah (Aswaja), cuma mereka tidak mau melepaskan Ibnu Katsir, karena tanpa Ibnu Katsir, mereka tidak punya lagi ulama hebat yang bisa mereka sandarkan ajaran mereka, dan penganut Wahabi akan semakin berkurang drastis, dan separuh kebohongan yang mereka tutupi selama ini akan terkuak dengan sendirinya, buktinya dalam hal ini Ibnu Katsir terlepas dari ajaran Wahabi. Perayaan Maulid yang telah dirayakan setiap tahun di masanya, tidak memvonis pecinta Maulid Nabi dengan Ahlu Bid’ah, apalagi sampai menyamai dengan perayaan Kuffar.

Dalam kitab nya Ibnu Katsir memuji Raja Mudzaffar, karena kedermawanannya dalam perayaan Maulid besar-besaran, bahkan lebih dari itu, ketika para penganut Wahabi menganggap “orang yang merayakan Maulid sama dengan Abu Lahab” ternyata Ibnu Katsir membenarkan kisah tersebut, Ibnu Katsir membenarkan Abu Lahab membebaskan budaknya Tsuwaibah karena kegembiraan nya dengan berita kelahiran Nabi dan dengan sebab itu ia mendapat sedikit air yang dapat ia minum di kubur, karena kekufurannya telah menghalangi pahala dan fadhilah besar yang seharusnya. Tidak cuma itu.

Ibnu Katsir juga percaya bahwa malam Maulid Nabi adalah malam yang penuh berkah, malam yang lebih dari malam lainnya, tentu saja ini sangat bertolak-belakang dengan anggapan Wahabi, karena mereka anggap malam Maulid tidak tidak punya kelebihan apapun, sama seperti malam sebelumnya atau sesudahnya, semoga perasaan mereka terhadap Ibnu Katsir bisa menimbulkan benih cinta mereka terhadap Maulid Nabi Saw.

3.      Pendapat Imam Adz-Dzahabi Tentang Maulid Nabi

Adz-Dzahabi juga memuji Abu Said Al-Kukburi dalam kkitabnya yang berjudul Siyar A'lam an-Nubala' juz 22 halaman 336:

وكان متواضعًا ، خيِّرًا سنّيًا ، يحبّ الفقهاء والمحدّثين

“Dan adalah ia (Raja Mudzaffar) itu yang rendah hati, dan baik dan juga Sunni (Ahlus Sunnah Waljama'ah) dan ia mencintai Fuqaha’ (Ulama Fiqih) dan Muhadditsin (Ulama Hadits).“

TERNYATA :

Adz-Dahabi sama halnya dengan Ibnu Katsir, ia juga memuji Raja Maulid Raja Mudzaffar, dan dengan jelas adz-Dzahabi menyebutnya dengan Sunni yakni Ahlus Sunnah Waljama’ah, tapi kenapa Wahabi menyebut pecinta Maulid dengan Ahlu Bid’ah? tidakkah mereka malu kepada Imam mereka? kenapa justru mencari-cari alasan untuk mengingkari kebenaran dari Ulama yang mereka sukai, kenapa harus menutupi kebenaran yang datang dari diri mereka sendiri, kalau saja kebenaran datang dari orang yang ia musuhi dan benci selama ini, mungkin saja terlalu berat menerima dan mengakui nya, tapi ini kebenaran dari diri mereka sendiri.

Semoga ini menjadi sebuah renungan bagi siapapun yang terlalu anti dengan Maulid Nabi, bila pun terlalu berat mengakui kelebihannya, cukuplah dengan berdiri di tengah-tengah saja, tidak perlu ikutan Maulid, dan juga jangan ikutan mencaci-maki Maulid, biarpun nantinya juga akan sangat menyesal karena tidak bisa merasakan bila ternyata begitu besar fadhilah Maulid di akhirat kelak nantinya. 

PENULISAN KITAB MAULID NABI SAW.



PENULISAN KITAB MAULID NABI SAW.

Dalam kitab Kasyf adz-Dzunnun dikemukakan bahwa orang pertama yang menulis kitab perilaku kehidupan Nabi Muhammad Saw. dan uraian tentang kelahirannya ialah Muhammad bin Ishaq, wafat tahun 151 Hijriyah. Dengan indah dan cemerlang ia menguraikan riwayat maulid Nabi Saw. serta menjelaskan berbagai manfaat yang dapat dipetik oleh kaum muslimin dari peringatan-peringatan Maulid dalam bentuk walimah, sedekah dan bentuk kebajikan lain. Penulisan riwayat kehidupan Nabi Saw. kemudian diteruskan lagi pada zaman berikutnya oleh Ibnu Hisyam, wafat tahun 213 Hijriyah.

Tidak diragukan lagi, dengan diterima dan dibenarkan penulisan kitab sejarah perilaku kehidupan Nabi Saw. oleh para ulama dan para pemuka masyarakat Islam itu, kaum muslimin tidak kehilangan informasi sejarah mengenai kehidupan dan perjuangan Nabi Saw. sejak beliau lahir hingga wafat. Tujuan memelihara kelestarian data sejarah itu disambut baik oleh para ulama, dan ini berarti bahwa para ulama membenarkan diadakannya peringatan Maulid Nabi Saw., sekurang-kurangnya setahun sekali pada bulan Rabi’ul AwWal.

Imam an-Nawawi bahkan mensunnahkan peringatan Maulid Nabi Saw. Pendapat itu diperkuat oleh Imam al-Asqalany. Dengan dalil-dalil yang meyakinkan, Imam al-Asqalany memastikan bahwa menyambut hari Maulid Nabi Saw. dan mengagungkan kemuliaan beliau mendatangkan ganjaran dan pahala bagi kaum muslimin yang menyelenggarakannya.

Imam Taqiyuddin as-Subki, telah menulis sebuah kitab khusus mengenai kemuliaan dan keagungan Nabi Saw., bahkan ia menetapkan bahwa siapa yang datang menghadiri pertemuan untuk mendengarkan pembacaan riwayat maulid dan kemuliaan serta keagungan Nabi Saw., akan memperoleh berkah dan ganjaran pahala.

Imam Ibnu Hajar al-Haitsami, menulis kitab khusus mengenai kemuliaan dan keagungan Nabi Muhammad Saw. Ia memandang hari Maulid Nabi Saw. sebagai hari raya besar yang penuh berkah dan kebajikan. Demikian juga Imam ath-Thufi al-Hanbali yang terkenal dengan nama Ibnu al-Buqy, ia menulis sajak dan syair-syair bertema memuji kemuliaan dan keagungan Nabi Muhammad Saw. yang tidak dimiliki oleh manusia lain manapun juga. Tiap datang hari Maulid Nabi para pemuka kaum muslimin berkumpul di rumahnya, kemudian minta kepada salah seorang di antara mereka supaya mendendangkan syair-syair al-Buqy.

Imam al-Jauzy al-Hanbali, mengatakan manfaat istimewa yang terkandung di dalam peringatan Maulid Nabi Saw. ialah adanya rasa ketentraman dan keselamatan, disamping kegembiraan yang mengantarkan umat Islam kepada tujuan luhur. Dijelaskan pula bahwa orang-orang pada zaman Abbasiyah dahulu merayakan hari maulid Nabi Saw. dengan berbuat kebajikan menurut kemampuan masing-masing, seperti mengeluarkan sedekah dan lain sebagainya.

Ibnu Taimiyah mengatakan: “Kemuliaan hari maulid Nabi Saw. dan diperingatinya secara berkala sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin, mendatangkan pahala besar, mengingat maksud dan tujuan yang sangat baik, yaitu menghormati dan memuliakan kebesaran Rasulullah Saw.”

Menurut Ibnu Batutah dalam catatan pengembaraannya menceritakan kesaksiannya sendiri tentang kegiatan dan bentuk-bentuk perayaan Maulid Nabi Saw. yang dilakukan oleh Sultan Tunisia Abu al-Hasan pada tahun 750 Hijriyah. Ibnu Batutah berkata, bahwa sultan tersebut pada hari Maulid Nabi Saw. menyelenggarakan pertemuan umum dengan rakyatnya dan disediakan hidangan secukupnya (Dan mengenai hidangan yang disajikan dalam peringatan maulid, itu adalah soal yang tidak dilarang dan tidak diwajibkan, yakni mubah. Akan tetapi, karena menghormati dan menjamu tamu itu merupakan amal kebajikan, maka dapatlah dipandang sebagai sesuatu yang mustahab, yakni baik dan afdhal).

Beribu-ribu dinar dikeluarkan oleh sultan untuk menyediakan berbagai jenis makanan bagi penduduk. Ia mendirikan kemah raksasa sebagai tempat pertemuan umum itu. Dalam pertemuan itu dibacakan syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi Saw. dan diuraikan pula riwayat kehidupan beliau Saw.

Selain ulama zaman dahulu, pada zaman-zaman berikutnya hingga zaman belakangan ini, masih tetap banyak ulama yang menulis kitab-kitab Maulid Nabi Saw., diantaranya Sayid Muhammad Shalih as-Sahrawardi, yang menulis kitab maulid berjudul Tuhfah al-Abrar Fi Tarikh Masyru’iyat al-Hafl Bi Yaumi Maulid Nabi al-Mukhtar. Dalam kitab maulid ini penulis mengemukakan dalil-dalil meyakinkan tentang sahnya peringatan Maulid Nabi Saw. sebagai ibadah yang sangat ditekankan (sunnah muakkadah) supaya kaum muslimin melaksanakannya dengan baik.

Di Indonesia, beredar pula kitab-kitab maulid yang sering dibaca oleh kaum muslimin seperti kitab maulid al-Barjanzi, maulid ad-Diba’i, al-‘Azab, Syaraf al-Anam, Simthud Durar, adh-Dhiya’ al-Lami’ dan Maulid al-Burdah. Disamping itu terdapat juga kitab-kitab maulid yang ditulis oleh ulama-ulama dari kalangan Alawiyin, seperti kitab maulid al-Habsyi, al-Masyhur, al-Atthas, al-Aidid dan lainnya. 

Diantara kiitab-kitab yang ditulis berkenaan dengan Maulid Nabi Saw.:
1.      Al-Imam al-Muhaddits al-Hafidz Abdur Rahman bin Ali yang terkenal dengan Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi (wafat tahun 597 H), dan maulidnya yang masyhur dinamakan al-Arus.
2.      Al-Imam al-Muhaddits al-Musnid al-Hafidz Abu al-Khattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dahya al-Kalbi (wafat tahun 633 H). Beliau mengarang maulid yang dinamakan at-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir.
3.      Al-Imam Syeikh al-Qurra’ Wa Imam al-Qiraat al-Hafidz al-Muhaddits al-Musnid al-Jami’ Abu al-Khair Syamsuddin Muhammad bin Abdullah al-Juzuri asy-Syafi’i (wafat tahun 660H). Maulidnya dalam bentuk manuskrip berjudul Urfu at-Ta’rif bi al-Maulid asy-Syarif.
4.      Al-Imam al-Mufti al-Muarrikh al-Muhaddits al-Hafidz ‘Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir, penyusun tafsir dan kitab sejarah yang terkenal (wafat tahun 774 H). Ibn Katsir menyusun kitab Maulid Nabi Saw. yang telah ditahqiq oleh Dr. Solahuddin al-Munjid. Kemudian kitab maulid ini disyarahkan oleh al-’Allamah al-Faqih as-Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz BSA, Mufti Tarim, dan diberi komentar pula oleh al-Muhaddits Prof. Dr. Al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, yang telah diterbitkan di Siria pada tahun 1387 hijriyah.
5.      Al-Imam al-Kabir asy-Syahir, Hafidz al-Islam Wa ‘Umdatuh al-Anam, Wa Marja’i al-Muhadditsin al-A’lam, al-Hafidz Abdur Rahim ibn Husain bin Abdur Rahman al-Misri, yang terkenal dengan al-Hafidz al-Iraqi (725 – 808 H). Kitab maulidnya dinamakan al-Maurid al-Hana.
6.      Al-Imam al-Muhaddits al-Hafidz Muhammad bin Abi Bakr bin Abdillah al-Qisi ad–Dimasyqi asy-Syafi’i, yang terkenal dengan al-Hafidz Ibn Nasiruddin ad-Dimasyqi (777-842 H). Beliau adalah ulama yang sejalan dengan Ibnu Taimiyah. Beliau telah menulis beberapa kitab maulid, antaranya: Jami’ al-Atsar Fi Maulid an-Nabiy al-Mukhtar (3 Jilid), al-Lafdzu ar-Ra’iq Fi Maulid Khair al-Khalaiq, Maurid as-Sabiy Fi Maulid al-Hadi.
7.      Al-Imam al-Muarrikh al-Kabir Wa al-Hafizd asy-Syahir Muhammad bin Abdur Rahman al-Qahiri yang terkenal dengan al-Hafidz as-Sakhawi (831-902 H) yang mengarang kitab ad-Diya’ al-Lami’. Beliau telah menyusun kitab maulid nabi dan dinamakan al-Fakhr al-’Alawi Fi al-Maulid an-Nabawi.
8.      Al-Allamah al-Faqih as-Sayyid Ali Zainal Abidin as-Samhudi al-Hasani, pakar sejarah dari Madinah al-Munawarrah (wafat tahun 911H). Kitab maulidnya dinamakan al-Mawarid al-Haniyah Fi Maulid Khair al-Bariyyah.
9.      Al-Hafiz Wajihuddin Abdur Rahman bin Ali bin Muhammad asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafi’i, yang terkenal dengan Ibn ad-Diba’i, beliau dilahirkan pada bulan Muharram 866H dan meninggal dunia pada hari Jum’at, 12 Rajab 944H. Beliau menyusun kitab maulid yang amat masyhur dan dibaca di seluruh dunia Maulid ad-Daiba’i. Maulid ini juga telah ditahqiq dan diberi komentar serta ditakhrijkan haditsnya oleh Prof. Dr. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
10.  Al-’Allamah al-Faqih al-Hujjah Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitsami (wafat tahun 974H). Beliau merupakan mufti Madzhab Syafi’i di Makkah al-Mukarramah. Beliau telah mengarang kitab maulid yang dinamakan Itmam an-Ni’mah ‘Ala al-’Alam Bi Maulid Saiyidi Waladi Adam. Selain itu beliau juga menulis satu lagi maulid yang ringkas, yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama an-Ni’mat al-Kubra ‘Ala al’Alam Fi Maulid Sayyidi Waladi Adam. Asy-Syeikh Ibrahim al-Bajuri pula telah mensyarahkannya dalam bentuk hasyiah yang dinamakan Tuhfah al-Basyar ‘Ala Maulid Ibn Hajar.”
11.  Al-’Allamah al-Faqih asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad as-Sarbini al-Khatib (wafat tahun 977 H). Maulidnya dalam bentuk manuskrip sebanyak 50 halaman, dengan tulisan yang kecil tetapi boleh dibaca.
12.  Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih asy-Syaikh Nuruddin Ali bin Sultan al-Harawi, yang terkenal dengan al-Mula Ali al-Qari (wafat tahun 1014 H) yang mensyarahkan kitab al-Misykat. Beliau telah mengarang maulid dengan judul al-Maulid ar-Rawi Fi al-Maulidi an-Nabawi. Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi komentar oleh Prof. Dr. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
13.  Al-’Allamah al-Muhaddis al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdil Karim al-Barzanji, Mufti Madzhab Syafi’i di Madinah al-Munawarah. Beliau merupakan penyusun maulid yang termasyhur yang digelar Maulid al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan nama asli kitab tersebut ialah Iqd al-Jauhar Fi Maulid an-Nabiy al-Azhar.
14.  Al-’Allamah Abu al-Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-’Adawi yang terkenal dengan ad-Dardiri (wafat tahun 1201H). Maulidnya yang ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat hasyiah yang luas dari Syeikh al-Islam di Mesir, al-Allamah asy-Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-Bajuri (wafat tahun 1277 H)
15.  Al-Imam al-’Arif Billah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif Muhammad bin Ja’far al-Kattani al-Hasani (wafat tahun 1345 H). Maulidnya berjudul al-Yumnu Wa al-Is’ad Bi Maulid Khar al-’Ibad dalam 60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345H.
16.  Al-’Allamah al-Muhaqqiq asy-Syeikh Yusuf an-Nabhani (wafat tahun 1350 H). Maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan Jawahir al-Nazm al-Badi’ Fi Maulid al-Syafi’, diterbitkan di Beirut.
17.  Al-Quthb al-Imam al-‘Arif Billah al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi mengarang Kitab Maulid yang diberi judul Simthu ad-Durar atau tenar juga disebut sebagai Maulid al-Habsyi.
18.  Al-Musnid al-Hafidz al-‘Alim al-‘Allamah ad-Da’i Ilallah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz BSA menyusun Kitab Maulid yang diberi judul adh-Dhiya’ al-Lami’ Bi Dzikr Maulid an-Nabiy asy-Syafi’ yang seringkali kita dengar di Majelis-majelis Taklim besar di Indonesia khususnya.